Minggu, 05 Juli 2015

Phase of Love






Mendapatkan, mempertahankan, kehilangan, merelakan, dan memulai baru lagi, adalah fase-estafet yang sangat menonjol dalam perihal cinta.

1. Mendapatkan
Mendapatkan, atau lebih akrab dikenal dengan PDKT (pendekatan). Pada saat PDKT, pelan-pelan kamu akan beradaptasi dengan kehadiran seseorang baru dalam hidupmu—bertepatan dengan itu pula, pelan-pelan kamu akan melupakan segala sesuatu tentang seseorang lama. Entah dia yang lebih dulu masuk ke dalam kehidupanmu, atau kamu yang mencoba masuk ke dalam kehidupannya. Biasanya—dan yang telah menjadi hukum alam: seorang lelaki yang akan memulai segalanya duluan.
Pada saat PDKT pula, bila kamu benar-benar cinta dengannya, kamu harus bisa meyakinkan seseorang agar mau menjalani hubungan denganmu. Rahasia umum, bahwa beberapa cara di antaranya adalah dengan memberi perhatian, berpengertian, dan yang terpenting adalah membuat nyaman. Meyakinkan seseorang memang bisa dikatakan sedikit mudah, daripada meyakinkan diri sendiri. Dan akan parah ketika kamu mencoba meyakinkan seseorang, tetapi kamu belum bisa membuat dirimu sendiri yakin. Maka dari itu, yakinkan dirimu sendiri terlebih dulu, baru kamu meyakinkan orang lain.

2. Mempertahankan
Pada saat mempertahankan, keningmu akan sering dibuat lebih mengerut, nafasmu akan sering dibuat lebih sesak, dan dadamu akan sering dibuat berdebar lebih cepat dari biasanya. Mempertahankan hubungan itu sulit, dan tak semudah membalikkan telapak tangan—pun membalikkan telapak tangan akan sulit, bila dibalik melawan arah jarum jam. Apalagi jika hanya salah satu pihak yang berjuang mempertahankan, sementara satunya lagi hanya menyia-nyiakan.
Mempertahankan hubungan itu ialah berjuang bersama. Berjuang bersama itu berjalan beriringan—bukan yang satu lari duluan, dan satunya lagi mengejar ketertinggalan. Mensyukuri dan merasa tercukupi atas kehadiran seseorang yang telah dititipkan-Nya, dan menghiraukan seseorang lainnya. Memilih bertahan dengannya, meski kamu tahu bahwa masih banyak yang mau denganmu, dan juga yang jauh lebih baik darinya, di luar sana. Memerangi ego dan mengalah, demi membuat keadaan tetap baik-baik saja. Mengobati ketika salah satunya ada yang berdarah, atau malah lebih baik sama-sama berdarah, yang penting berjalan searah. Saling meyakinkan, bahwa semua bisa dilewati bersama. Meski terus dijegal masalah demi masalah, namun tidak mesti mengakhirinya dengan kata pisah. Saling mengingatkan alasan untuk berjuang susah payah, ketika salah satunya ada yang mulai merasa lelah. Saling menguatkan, demi mencapai tujuan hubungan yang selalu diimpikan: tumbuh dan menua bersama.

3. Kehilangan
Kehilangan tak pernah tak sakit. Mengapa tidak? Bayangkan, ketika biasanya ada seseorang yang membangunkan dan memberi ucapan selamat pagi untukmu, kini tidak ada lagi. Ketika biasanya ada seseorang yang mencemaskan kesehatanmu, mengingatkanmu agar jangan lupa makan dan selalu berhati-hati ketika berpergian, kini tidak ada lagi. Ketika biasanya ada seseorang yang meresahkan kabarmu, kini tidak ada lagi. Ketika biasanya ada seseorang yang menemanimu berpergian, kini tidak ada lagi. Ketika bisanya ada seseorang yang menyemangatimu di saat kamu sedang down, kini tidak ada lagi. Ketika biasanya ada seseorang yang membagi ceritanya dari ujung telfon jelang tidur malammu, kini tidak ada lagi. Ketika biasanya ada seseorang yang memarahimu ketika kamu tidur terlalu larut malam, kini tidak ada lagi. Ketika biasanya ada seseorang yang menyulam sela jemarimu, menyandar di pundakmu, merebah di dadamu, mengecup kening, pipi, dan bibirmu, memeluk erat tubuhmu seraya berkata: aku mencintaimu, kini tidak ada lagi.
Bayangkan, betapa sulitnya ketika harus membiasakan diri menjalani hari-hari tanpa itu semua. Saat sebelumnya, hal-hal tersebutlah yang ditemui dalam keseharian. Sulit, kan?

4. Merelakan
Bertepatan dengan kehilangan, kamu dituntut untuk mampu merelakan. Kamu harus berlapang dada menerima pahitnya kenyataan, bahwa seseorang yang kamu cinta, sudah tidak lagi ada di sampingmu, dan bukan lagi milikmu. Seseorang yang kamu cinta, akan atau telah menjadi milik orang lain. Hal-hal yang biasa kamu lakukan terhadapnya, kini dilakukan oleh orang lain. Kamu harus berlapang dada menerima kenyataan, bahwa bahagianya, bukan atas namamu. Memang sakit, ketika harus menerima kenyataan bahwa seseorang yang kamu cinta, jauh lebih bahagia ketika tidak bersamamu. Namun, bukannya bahagianya seseorang yang kamu cinta, bahagiamu juga? Seharunya, merelakan tidak menjadi sebuah permasalahan. Sebab, itu tadi, bahagianya, bahagiamu juga.
Akan tetapi, ya, memang sulit. Karena, pasti kamu akan berpikir bahwa kamulah yang berhak menjadi alasan bahagianya, kamulah yang berhak untuk berada di sampingnya, dan merasakan kebahagiaan bersamanya.
“Seharusnya aku. Seharusnya..”

5. Memulai Baru Lagi
Barangkali kegagalan-kegagalan hubunganmu yang telah lalu, membuatmu takut untuk memulai hubungan yang baru. Sebenarnya, kamu bukannya takut, kamu hanya lelah untuk memulai semuanya dari awal lagi. Kamu lelah untuk mencari seseorang baru untuk menggantikan seseorang sebelumnya. Kamu lelah untuk mempertahankannya ketika kamu telah mendapatkannya. Dan, kamu lelah untuk merasakan rasa sakitnya kehilangan, dan keharusan merelakan di waktu yang bersamaan. Itu mengapa kamu sulit untuk memulai sebuah hubungan yang baru.

Note: Kalau kamu bertanya bagaimana caranya mengakali poin kelima, jawabannya adalah: forgive, forget, for good. :)
Additional Question: Pernahkah kamu merasa, atau bahkan menyadari bahwa, mendapatkan tidak lebih sulit dari mempertahankan, lalu mempertahankan tidak lebih sulit dari kehilangan, lalu kehilangan tidak lebih sulit dari merelakan, dan merelakan tidak lebih sulit dari memulai baru lagi?


Khaliem Januar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar