Mendapatkan, mempertahankan,
kehilangan, merelakan, dan memulai baru lagi, adalah fase-estafet yang
sangat menonjol dalam perihal cinta.
1. Mendapatkan
Mendapatkan, atau lebih akrab dikenal
dengan PDKT (pendekatan). Pada saat PDKT, pelan-pelan kamu akan
beradaptasi dengan kehadiran seseorang baru dalam hidupmu—bertepatan
dengan itu pula, pelan-pelan kamu akan melupakan segala sesuatu tentang
seseorang lama. Entah dia yang lebih dulu masuk ke dalam kehidupanmu,
atau kamu yang mencoba masuk ke dalam kehidupannya. Biasanya—dan yang
telah menjadi hukum alam: seorang lelaki yang akan memulai segalanya
duluan.
Pada saat PDKT pula, bila kamu
benar-benar cinta dengannya, kamu harus bisa meyakinkan seseorang agar
mau menjalani hubungan denganmu. Rahasia umum, bahwa beberapa cara di
antaranya adalah dengan memberi perhatian, berpengertian, dan yang
terpenting adalah membuat nyaman. Meyakinkan seseorang memang bisa
dikatakan sedikit mudah, daripada meyakinkan diri sendiri. Dan akan
parah ketika kamu mencoba meyakinkan seseorang, tetapi kamu belum bisa
membuat dirimu sendiri yakin. Maka dari itu, yakinkan dirimu sendiri
terlebih dulu, baru kamu meyakinkan orang lain.
2. Mempertahankan
Pada saat mempertahankan, keningmu akan
sering dibuat lebih mengerut, nafasmu akan sering dibuat lebih sesak,
dan dadamu akan sering dibuat berdebar lebih cepat dari
biasanya. Mempertahankan hubungan itu sulit, dan tak semudah membalikkan
telapak tangan—pun membalikkan telapak tangan akan sulit, bila dibalik
melawan arah jarum jam. Apalagi jika hanya salah satu pihak yang
berjuang mempertahankan, sementara satunya lagi hanya menyia-nyiakan.
Mempertahankan hubungan itu ialah
berjuang bersama. Berjuang bersama itu berjalan beriringan—bukan yang
satu lari duluan, dan satunya lagi mengejar ketertinggalan. Mensyukuri
dan merasa tercukupi atas kehadiran seseorang yang telah dititipkan-Nya,
dan menghiraukan seseorang lainnya. Memilih bertahan dengannya, meski
kamu tahu bahwa masih banyak yang mau denganmu, dan juga yang jauh lebih
baik darinya, di luar sana. Memerangi ego dan mengalah, demi membuat
keadaan tetap baik-baik saja. Mengobati ketika salah satunya ada yang
berdarah, atau malah lebih baik sama-sama berdarah, yang
penting berjalan searah. Saling meyakinkan, bahwa semua bisa dilewati
bersama. Meski terus dijegal masalah demi masalah, namun tidak
mesti mengakhirinya dengan kata pisah. Saling mengingatkan alasan untuk
berjuang susah payah, ketika salah satunya ada yang mulai merasa lelah.
Saling menguatkan, demi mencapai tujuan hubungan yang selalu diimpikan:
tumbuh dan menua bersama.
3. Kehilangan
Kehilangan tak pernah tak sakit. Mengapa
tidak? Bayangkan, ketika biasanya ada seseorang yang membangunkan dan
memberi ucapan selamat pagi untukmu, kini tidak ada lagi. Ketika
biasanya ada seseorang yang mencemaskan kesehatanmu, mengingatkanmu
agar jangan lupa makan dan selalu berhati-hati ketika berpergian, kini
tidak ada lagi. Ketika biasanya ada seseorang yang meresahkan kabarmu,
kini tidak ada lagi. Ketika biasanya ada seseorang yang menemanimu
berpergian, kini tidak ada lagi. Ketika bisanya ada seseorang yang
menyemangatimu di saat kamu sedang down, kini tidak ada
lagi. Ketika biasanya ada seseorang yang membagi ceritanya dari ujung
telfon jelang tidur malammu, kini tidak ada lagi. Ketika biasanya ada
seseorang yang memarahimu ketika kamu tidur terlalu larut malam, kini
tidak ada lagi. Ketika biasanya ada seseorang yang menyulam sela
jemarimu, menyandar di pundakmu, merebah di dadamu, mengecup kening,
pipi, dan bibirmu, memeluk erat tubuhmu seraya berkata: aku mencintaimu,
kini tidak ada lagi.
Bayangkan, betapa sulitnya ketika harus
membiasakan diri menjalani hari-hari tanpa itu semua. Saat sebelumnya,
hal-hal tersebutlah yang ditemui dalam keseharian. Sulit, kan?
4. Merelakan
Bertepatan dengan kehilangan, kamu
dituntut untuk mampu merelakan. Kamu harus berlapang dada menerima
pahitnya kenyataan, bahwa seseorang yang kamu cinta, sudah tidak lagi
ada di sampingmu, dan bukan lagi milikmu. Seseorang yang kamu cinta,
akan atau telah menjadi milik orang lain. Hal-hal yang biasa kamu
lakukan terhadapnya, kini dilakukan oleh orang lain. Kamu harus
berlapang dada menerima kenyataan, bahwa bahagianya, bukan atas namamu.
Memang sakit, ketika harus menerima kenyataan bahwa seseorang yang
kamu cinta, jauh lebih bahagia ketika tidak bersamamu. Namun, bukannya
bahagianya seseorang yang kamu cinta, bahagiamu juga? Seharunya,
merelakan tidak menjadi sebuah permasalahan. Sebab, itu tadi,
bahagianya, bahagiamu juga.
Akan tetapi, ya, memang sulit. Karena,
pasti kamu akan berpikir bahwa kamulah yang berhak menjadi alasan
bahagianya, kamulah yang berhak untuk berada di sampingnya, dan
merasakan kebahagiaan bersamanya.
“Seharusnya aku. Seharusnya..”
5. Memulai Baru Lagi
Barangkali kegagalan-kegagalan hubunganmu
yang telah lalu, membuatmu takut untuk memulai hubungan yang baru.
Sebenarnya, kamu bukannya takut, kamu hanya lelah untuk memulai semuanya
dari awal lagi. Kamu lelah untuk mencari seseorang baru untuk
menggantikan seseorang sebelumnya. Kamu lelah untuk mempertahankannya
ketika kamu telah mendapatkannya. Dan, kamu lelah untuk merasakan rasa
sakitnya kehilangan, dan keharusan merelakan di waktu yang bersamaan.
Itu mengapa kamu sulit untuk memulai sebuah hubungan yang baru.
Note: Kalau kamu bertanya bagaimana caranya mengakali poin kelima, jawabannya adalah: forgive, forget, for good. :)
Additional Question: Pernahkah
kamu merasa, atau bahkan menyadari bahwa, mendapatkan tidak lebih sulit
dari mempertahankan, lalu mempertahankan tidak lebih sulit dari
kehilangan, lalu kehilangan tidak lebih sulit dari merelakan, dan
merelakan tidak lebih sulit dari memulai baru lagi?
Khaliem Januar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar